SERANG – Penting nya pelaksanaan rehabilitasi mangrove di luar kawasan hutan negara. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten Berencana merehabilitasi mangrove seluas 2 hektare di Pulau Cangkir Kabupaten Tangerang.

Sebaran Ekosistem Mangrove di Provinsi Banten.

Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai subtropis (Snedaker 1978 dalam Kusmana 2003), yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Kata mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh pada daerah intertidal (Tomlinson 1986). Daerah intertidal adalah wilayah dibawah pengaruh pasang surut sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan river banks. Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya hanya dijumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari ombak, di sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh masukan air dan lumpur dari daratan. Dengan demikian secara ringkas dapat didefinisikan bahwa hutan mangrove adalah tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama pada pantai yang terlindung, laguna, muara sungai). Yang tergenang saat pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove.

Ekosistem mangrove di Provinsi Banten diperkirakan tersisa seluas 2.820,15 hektar (Profil Data Kerusakan Mangrove Provinsi Banten, 2014), tumbuh di Kawasan hutan negara dan hutan rakyat. Ekosistem mangrove tumbuh menyebar di Kab. Pandeglang, Kab. Serang, Kab. Tangerang, kota Serang dan Kota Cilegon. Ekosistem mangrove yang stabil dan tumbuh baik di Provinsi Banten berada di Kawasan Hutan Konservasi, seperti ekosistem mangrove yang berada di Taman Nasional ujung Kulon, Taman Wisata Alam Pulau Sangiang dan Cagar Alam Pulau Dua.

Provinsi Banten bergerak sangat dinamis, ada yang tumbuh dan berkembang baik pada satu lokasi, ada pula yang berkurang dan mengalami degradasi di lokasi lainnya. Beberapa faktor yang diduga kuat telah mempengaruhi berkurangnya luasan ekosistem mangrove adalah tingginya aktifitas manusia, terjadinya bencana alam, pemanenan kayu, okupasi, perambahan, terjadinya perubahan fungsi penggunaan lahan atau kawasan serta adanya abrasi pantai yang menggerus populasi mangrove. Faktor yang mempengaruhi terjaga atau berkembangnya ekosistem mangrove di suatu lokasi antara lain oleh tingginya kesadaran masyarakat untuk menjaga keberadaan mangrove, keberhasilan program rehabilitasi yang dilaksanakan multi pihak, adanya tanah timbul karena proses akresi atau sedimentasi yang secara alami ditumbuhi jenis mangrove ataupun dipergunakan masyarakat untuk ditanami vegetasi mangrove. Abrasi pantai biasanya terjadi pada lokasi pantai terbuka yang langsung berhadapan laut, dimana tiupan angin dan arus gelombang bergerak dengan kecepatan yang mampu merusak vegetasi mangrove tanpa adanya upaya konservasi. Akresi dan sedimentasi biasa terjadi pada muara sungai yang mana sepanjang tahun mendatang lumpur endapan sedimentasi dan pendangkalan hasil aktifitas di hulu. Pada kesempatan ini akan dibahas bergesernya garis pantai akibat abrasi dan akresi yang mempengaruhi dinamika luasan vegetasi mangrove di Kabupaten Serang dan kan Tangerang.

Perubahan Garis Pantai Kabupaten Serang

Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap garis pantai di Kabupaten Serang yang terlihat di tahun 1984 (garis kuning) telah mengalami pergeseran secara signifikan di beberapa lokasi di tahun 2016 (garis merah). Pergeseran yang terjadi disebabkan adanya abrasi khususnya di Tanjung Pontang Desa Domas Kecamatan Pontang dan adanya akresi di Tanjung Tengkurak Desa Tengkurak Kecamatan Tirtayasa

Abrasi di Tanjung Pontang Desa Domas Kecamatan Pontang

Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap garis pantai di Tanjung Pontang Desa Domas Kecamatan Pontang Kabupaten Serang tahun 2009 dan sepuluh tahun kemudian di tahun 2019 terlihat telah terjadi pergeseran akibat adanya abrasi pantai. Abrasi yang terjadi sejauh 100 meter di sebelah timur dan sejauh 350 meter di sebelah utara Desa Domas. Hal ini dipastikan akan mempengaruhi luasan vegetasi mangrove yang berada di Tanjung Pontang secara signifikan.

Akresi di Tanjung Tengkurak Desa Tengkurak Kecamatan Tirtayasa

Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap garis pantai di Tanjung Tengkurak Desa Tengkurak Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang tahun 2010 dan Sembilan tahun kemudian di tahun 2019 terlihat telah terjadi pergeseran akibat adanya akresi atau penambahan daratan pantai. Akresi yang terjadi cukup jauh sejauh sepanjang 1400 meter disebelah utara dan sejauh 180 meter di sebelah timur Tanjung Tengkurak. Akresi ini diakibatkan tingginya laju sedimentasi di muara sungai Ciujung.

Perubahan Garis Pantai Kabupaten Tangerang

Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap garis pantai di Kabupaten Tangerang yang terlihat di tahun 1984 (garis kuning) telah mengalami pergeseran secara signifikan di beberapa lokasi di tahun 2016 (garis merah). Pergeseran yang terjadi disebabkan adanya abrasi khususnya di Pantai Kronjo Desa Kemiri Kecamatan Mauk dan Abrasi di Pantai Tanjung Kait.

Abrasi di Pantai Kronjo Kemiri Kecamatan Mauk

Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap garis pantai Kronjo Kemiri kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang tahun 2006 dan tiga belas tahun kemudian di tahun 2019 terlihat telah terjadi pergeseran akibat adanya abrasi. Abrasi terjadi di sebelah Barat Pantai Kronjo selebar 300 meter dan selebar 130 meter di sebelah Timur. Abrasi pantai ini juga diduga mengakibatkan menurunnya luasan vegetasi mangrove yang berada disekitar Pantai Kronjo.

Abrasi Pantai Tanjung Kait Kecamatan Mauk

Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap garis pantai Kronjo Kemiri kecamatan Mauk Kabupaten tangerang tahun 2005 dan empat belas tahun kemudian di tahun 2019 terlihat telah terjadi pergeseran akibat adanya abrasi. Abrasi terjadi di sebelah Selatan Pantai Tanjung Kait selebar 300 meter

Akresi di Muara Sungai Cisadane

Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap Muara Sungai Cisadane di tahun 2019 terlihat telah terjadi pergeseran akibat adanya akresi atau penambahan daratan pantai. Akresi yang terjadi cukup lebar sepanjang 460 meter khususnya disebelah Timur Muara Sungai Cisadane. Akresi ini diakibatkan sedimentasi dan pendangkalan sungai sehingga di beberapa desa di sekitarnya relatif beresiko lebih tinggi terhadap banjir ketika musim penghujan tiba.(adv)

Tags:Mangrove